KEGIATAN BERMUTU BATANG TIMUR

Jumat, 28 Januari 2011

Kreativitas Pembelajaran Drama Dapat Membangun Kemandirian Karakter Positif

Pendahuluan
Sastra Drama sebagai bagian dari perwujudan seni sastra yang melibatkan keseluruhan totalitas dalam kemampuan berekspresi perlu dilatihkan pada siswa. Kegiatan penyajian drama di dunia pendidikan informal meskipun tertuang dalam pemberdayaan silabus ditiap tingkatnya, tetapi kurang mendapat porsi yang memadai demi tercapainya tujuan pembelajaran ini. Kompleksitas bidang drama yang mencakup beragam seni membuat pembelajaran drama sering diabaikan. Kesenian merupakan hasil seni ( hasil karya manusia yang halus dan indah). Ada pun media yang digunakan antara lain gerak, suara, bunyi, laku, dan sebagainya. Rahmanto (1997:7.8) menjelaskan bahwa dalam arti luas, drama adalah seni pertunjukan yang menyajikan alur cerita. Di dalamnya termasuk seni pedalangan ( wayang kulit, wayang golek, dsb. ), seni film ( sinetron, telenovela, dsb. ), drama tradisional (ketoprak, lenong, dsb.) dan juga drama modern.
Unsur- unsur pementasan drama dalam arti luas ini antara lain sebagai berikut:
1. pelaku/pemain
2. lakon
3. pentas
4. sutradara
5. penonton
6. unsur lainnya:
a. pakaian/ kostum
b. rias
c. dekorasi
d. cahaya
e. suara ( musik dan bunyi efek)

Dalam pengertian yang sempit , drama adalah teks yang bersifat dialog dan isinya membentangkan sebuah alur ( Luxemburg, 1984: 158). Unsur- unsur teks drama antara lain alur, tokoh , dan dialog. Drama pada umumnya bertujuan untuk dipentaskan. Karena dimaksudkan untuk dipentaskan , drama memiliki beberapa keunikan .
Menurut sejarah, perkembangan drama di Indonesia cukuplah semarak. Misalnya pada zaman jepang , drama bermunculan digunakan sebagai alat propaganda Jepang. Kemudian muncul drama keliling. Pada saat pergolakan setelah merdeka, kegiatan ini terhenti. Akan tetapi di daerah-daerah tertentu teater tradisional masih tetap hidup, sperti Ludruk di Surabaya, Lenong di Jakarta, wayang orang dan kethoprak di jawa Tengah, randai di Sumatra Barat, dan lain-lain.
Dapat ditelusuri bahwa drama dilingkungan masyarakat kita sudah cukup dikenal menjadi tontonan. Bertolak dari perkembangan tersebut, kita bisa ikut menggalakkan kembali jenis kesenian ini bersama-sama siswa sebagai anak didik kita melalui kegiatan ekstrakurikuler, acara perpisahan sekolah, perkemahan pelajar, pentas HUT RI, dll. Untuk keperluan tersebut, karena rumit dan uniknya anatomi drama , maka diharapkan guru sebagai pendidik diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami naskah drama ( cerita).
Manfaat Pembelajaran Sastra Drama
Seperti puisi, drama diciptakan untuk di dengar, bahkaan lebih dari puisi , drama memerlukan koordinasi pikiran dan perasaan yang sepenuh-penuhnya dari para pembacanya. Di samping untuk didengar, drama juga utnuk dilihat. Jadi para pembacanya harus menjadi aktor, perancang pentas , dan lain-ain. Hal itu dilakukan ketika membacakan kata-kata tertulis menjadi drama yang hidup dengan pelaku-pelaku yang berbicara serta setting ( latar) dan adegan yang diharapkan oleh simbul-simbul tertulis itu.
Pengajaran sastra , termasuk drama dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan cipta dan karsa. Cipta ialah pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru, merupakan angan-angan yang kreatif. Rasa adalah tanggapan indra terhadap rangsangan saraf ( manis, harum) dingin . Rasa juga dapat berarti tanggapan hati melalui indra ( sedih, gembira, dsb) .
Melalui berbagai kegiatan mempelajari drama, diharapkan dalam diri siswa terkembangkan berbagai kecakapan . Kecakapan ini antara lain yang bersifat indra (alat untuk merasa, mencium, mendengar, melihat merasa, dan merasakan sesuatu secara naluri), penalaran ( pemikiran atau cara berpikir yang logis), afektif ( berkenan dengan masyarakat ), dan relegius ( ketaatan pada agama, kesolehan).
Menurut Loren E. Taylor ( dalam Rahmanto, 1997: 7.26) pembelajaran sastra drama bagi siswa antara lain: memperluas wawasan budaya, membantu pembentukan suara, mengembangkan keserasian gerakan, mengembangkan apresiasi terhadap keindahan, mengembangkan kesedapan sikap , mengembangkan daya imajinasi, menyediakan rekreasi sehat, mengembangkan apresiasi sastra, memberikan kesempatan untuk ekspresi pribadi, mengembangkan cita rasa , mengembangkan rasa percaya diri, mengembangkan rasa percaya pribadi, mengembangkan kontrol pribadi, dan memperkuat daya ingatan.
Selanjutnya juga dikemukakan bahwa kegiatan berdrama juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan dalam menerima kritik, mengembangkan kepribadian , memperkaya pengalaman, menstimulasi otak, membantu pencapaian tujuan sekolah, mengembangkan pengertian terhadap perihal emosional, melatih perihal yang fundamental dalam seni drama, memberikan kemungkinan profesi, menambah kemampuan dalam menafsirkan kehidupan, mengajarkan sikap-sikap baik, memperbaiki kebiasaan buruk, mengembangkan kecepatan berpikir, mengembangkan sikap jujur, mengembangkan kesediaan mengorbankan diri, mengembangkan kecerdasan, mengembangkan inisiatif, mengembangkan karakter, dan melatih menjadi penonton yang dewasa.
Henry Guntur Tarigan ( dalam Rahmanto1977: 7.28) berpendapat bahwa manfaat drama, khususnya yang dimainkan anak-anak , adalah sebagai berikut: memupuk kerjasama yang baik, sebagai pergaulan sosial, memberi kesempatan kepada anak untuk melahirkan daya kreasinya, mengembangkan emosi yang sehat , menghilangkan sifat pemalu dan penggugup, mengembangkan apresiasi dan sikap yang baik, serta menghargai pendapat dan pikiran orang lain, menanamkan kepercayaan kepada diri sendiri , serta dapat mengurangi kejahatan dan kenakalan anak-anak.

Anatomi drama
Menurut Haryanto ( dalam Rahmanto 1997: 9.2) Unsur –unsur yang membangun karya sastra drama dari dalam sebagai yang menghidupkan drama meliputi tokoh, alur, latar, dan tema.

A. Tokoh
Pada umumnya tokoh dalam drama berupa orang . Jika berupa binatang, tumbuhan, atau bahkan benda mati , sikap dan tingkah lakunya tetap pula menggambarkan kehidupan manusia. Tokoh dalam sastra drama bukanlah sekadar boneka yang mati. Tokoh tersbut diharapkan berkesan hidup, yaitu memiliki ciri-ciri kebadanan, ciri-ciri kejiwaan, dan cirri-ciri kemasyarakatan.
Yang dimaksud ciri-ciri kebadanan misalnya usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan kondisi wajah. Yang dimaksud ciri-ciri kejiwaan misalnya mentalitas, moral, temperamen, kecerdasan, dan kepandaian dalam bidang tertentu. Sedangkan yang dimaksudkan ciri-ciri kemasyarakatan misalnya status sosial, pekerjaan, atau perannya dalam masyarakat, pendidikan , ideologi, kegemaran, dan kewargaanegaraan. Dengan memenuhi ciri-ciri itu tokoh akan tampak utuh dan hidup.
Ada berbagai macam tokoh . Berdasarkan peranannya dalam drama terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan . Tokoh utama adalah pelaku yang diutamakan dalam suatu drama. Ia mungkin paling banyak muncul atau mungkin paling banyak dibicarakan. Tokoh tambahan adalah pelaku dalam drama yang kemunculannya dalam drama lebih sedikit, tidak begitu dipentingkan kemunculannya.
Berdasarkan fungsi penampilannya terdapat tokoh protagonis , antagonis, dan tritagonis. Protagonis adalah tokoh yang diharapkan berfungsi menarik simpati dan empati pembicara atau penonton. Ia adalah tokoh dalam drama yang memegang pimpinan , tokoh sentral. Antagonis atau tokoh lawan adalah pelaku dalam drama yang berfungsi sebagai penentang utama dari tokoh protagonis. Tritagonis adalah tokoh yang berpihak pada protagonis atau berfungsi sebagai penengah pertentangan tokoh-tokoh.
Penciptaan citra tokoh atau penokohan dalam drama dilakukan dengan berbagai cara . Pengarang mungkin secara langsung mengungkapkan gambaran tentang tokoh mungkin pula melalui cakapan tokoh , penggambaran keadaan tokoh, atau tingkah laku tokoh atau percakapan tokoh lainnya tentang diri si tokoh

B. Alur
Alur disebut juga plot, jalan cerita, susunan atau stuktur naratif. Alur drama adalah rangkaian peristiwa dalam karya sastra drama yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas ( sebab akibat). Dapat juga dikatakan bahwa alur drama adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra drama guna memcapai suatu efek.
Karya sastra yang lengkap mengandung cerita ( puisi, prosa maupun drama) , pada umumnya mengandung delapan bagian unsur sebagai berikut : eksposisi, rangsangan, konflik, rumitan, klimaks, krisis, larian, dan, penyelesaian,
Eksposisi atau paparan adalah bagian karya sastra drama yang berisi keterangan mengenai tokoh serta latar. Biasanya eksposisi ini terletak bagian awal karya tersebut. Dalam tahapan ini pengarang memperkenalkan para tokoh, menjelaskan tempat peristiwa, menggambarkan peristiwa yang akan terjadi. Bagian alur ini bertujuan untuk mengantar pembaca atau penonton ke dalam persoalan utama yang menjadi isi cerita drama.
Rangsangan adalah tahapan alur ketika muncul kekuatan, kehendak, kemauan, pandangan yang saling bertentangan dalam drama. Bentuknya berupa peristiwa yang segera terjadi setelah bagian eksposisi terakhir serta memulai timbul konflik , peritiwa ini sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru atau datangnya suatu berita yang merusakkan keadaan yang semula laras.
Konflik atau tikaian adalah tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan. Pertentangan atau konflik tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu : manusia dengan alam, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan dirinya sendiri ( konflik batin), dan manusia dengan penciptanya.
Rumitan atau komplikasi merupakan tahapan ketika suasana semakin panas karena konflik semakin mendekati puncaknya . Gambaran nasib tokoh semakin jelas meskipun belum sepenuhnya terlukiskan.
Klimaks/ titik puncak cerita, bagian ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalya. Peristiwa dalam tahap ini merupakan penggugah nasib tokoh. Bagian ini , terutama dipandang dari segi tanggapan penonton , menimbulkan puncak ketegangan, klimaks merupakan puncak titik balik .
Krisis titik balik adalah bagian alur yang mengawali leraian . Tahap ini ditandai oleh perubahan alur cerita menuju kesudahannya. Karena setiap klimak diikuti oleh krisis , keduannya sering dianggap sama atau disamakan
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah klimaks dan krisis , merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan lakuan kearah selesaian, Dalam tahap ini kadar pertentangan mereda. Ketegangan emosional menyusut suasana panas mulai mendingin menuju kembali ke keadaan semula seperti sebelum terjadi pertentangan.
Penyelesaian merupakan bagian akhir alur drama . dalam tahap ini biasanya rahasia atau kesalahpahaman yang bertalian dengan alur cerita terjelaskan. Ketuntasan final dari segala pertentangan yang terjadi terungkapkan. Terpecahkan nya masalah dihadirkan dalam tahap ini.

C. Latar
Latar disebut juga setting atau landasan tumpu . Istilah ini mengacu pada makna tentang segala keterangan mengenai waktu, ruang, serta suasana peristiwa dalam karya sastra drama. Dalam karya sastra drama biasanya tidak mengemukakan latar dengan deskripsi kata-kata, tetapi dengan penampilan yang didukung oleh seni dekorasi , seni ukis, seni patung, tata cahaya, tata bunyi ( music dan sound effect) . Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas . Hal itu penting untuk menciptakan kesan realitas kepada pembaca atau penonton . latar menciptakan suasana yang seakan-akan nyata ada, yang mempermudah pembaca dalam berimajinasi. Latar juga memungkinkan pembaca atau penonton berperan secara kritis berkenaan dengan pengetahuannya mengenai latar tersebut.
Berkaitan dengan latar ini dikenal adanya latar fisik dan latar spiritual. Latar fisik adalah segala keterangan atau keadaan mengenai lokasi atau tempat tertentu (nama kota, desa, jalan, hotel, kamar) dan berkenaan dengan waktu ( abad, tahun, tanggal, pagi, siang, saat bulan purnama, ketika hujan deras). Dengan demikian ,latar fisik ini terdiri dari latar tempat dan latar waktu.
Latar spriritual adalah segala keterangan atau keadaan mengenai tatacara, adat istiadat, kepercayaan, nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. Latar spiritual ini pada umumnya dilukiskan kehadirannya bersama dengan latar fisik, bersifat memperkuat kehadiran atar fisik tersebut. Latar sosial ( keterangan atau keadaan yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial : kebiasaan hidup, tradisi, kepercayaan) termasuk di dalam latar spiritual.
Penyajian Drama
a. Persiapan
Sebelum guru mengajarkandrama pada suatu kelas , ia harus mengadakan dua macam persiapan , yakni memilih bahan yang cocok untuk kelasnya dan menyusun persiapan guna dapat mengajarkan dengan baik. Persiapan awal mengumpulkan naskah . Jika sudah ada beberapa naskah / cerita drama. Guru memilih naskah/ cerita yang sesuai. Cara memilih naskah / cerita tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Apakah cerita / naskah itu sesuai dengan minat siswa;
2. Apakah cerita/ naskah ini membina manusia seutuhnya sesuai dengan minat kemampuan minat siswa;
3. Dapatkah cerita ini merangsang kegiatan siswa;
4. Apakah tingat kesukaran bahasanya sesuai.
Contoh cerita /naskah drama untuk usia siswa SMP

Salah Paham
Karya : kelompok siswa kelas IX B SMP N1 Limpung
( Anggi, Eko, Noviana, Vivin )
Para pelaku:
1. Dini : 15 tahun ( emosi)
2. Rina : 15tahun ( tidak bisa tepati janji)
3. Laras : 15 tahun ( bijaksana)
4. Rara : 15 tahun ( dewasa)

Siang itu Dini, Rina, laras, dan Rara janjian untuk belajar kelompok di rumah Laras , sepulang sekolah.

Laras : ( Menunggu sendiri di pintu gerbang sekolah karena mereka tidak satu kelas)
“ Lama banget sih! Jadi tidak belajar dirumahku?”
Dini : ” Jadi donk? Si Rina sih , ke toilet lama banget?”
Rina : “ Ya… maaf kan khilaf.”
Rara : “ Ke toilet kok khilaf, ada-ada saja lo!”
Laras : “ Udah dak usah ribut ayo kita berangkat!”
Rina : “ ( menghentikan langkah)
Rara : “ Rin, kok berhenti sih? Ayo…!”
Rina : “ Sorry nih, temen-temen bukannya aku tidak mau berangkat ke rumah laras dengan kalian, tapi aku mesti pulang dahulu , soalnya ada urusan penting. Na nti aku ke rumah Laras pukul 14.00, aku janji!”
Dini :” Bener ya Rin, jangan sampai telat. Kalau sampai telat awas lo!”
Rina : ( Rina pun meninggalkan ketiga sahabatnya)
Laras : ( mereka sampai di rumah laras)
“ Ayo masuk, anggap aja kayak rumah sendiri, kalau mau makan atau min um ambil aja di dapur sendiri.”
Rara : “ Ok!!ngomong-omong rumah sepi banget orang tuamu gak ada di rumah ya ?’
Dini : ( sambil mengambil buku pelajaran)
“ Orang tua laras mana pernah ada di rumah ? kan sibuk.”
Rara : ( mencubit tangan Dini)
Laras : “Nggak pa-pa lagi Ra, yang Dini bilang bener kok! Orang tua gue emang si buk tidak pernah ada di rumah, Gue aja gak pernah diperhatiin!”
Dini : ( merasa bersalah)
“ Sorry ya Ras, aku sudah menyinggung perasaanmu! Sebaiknya kita mulai s aja belajar.”
( satu jam setelah berakhir waktu menuggu pukul 14.30 WIB . Belum ada
tanda kedatangan Laras)
Laras : ( mondar-mandir sambil melihat Jam)
“ Mana sih! Rina katanya mau datang pukul 14.00, tapi udah pukul 14.30 be
lum datang . Jadi datang tidak sih?!”
Dini : “ Iya,nih! Bagaimana sih Rina katanya tidak akan terlambat datang. Maunya apa sih! Tuh anak.”
Rara : ( berusaha manenangkan sahabatnya)
“ sabar donk, sebentar lagi juga datang! Tuh Rina datang.”
Rina : “ Sorry aku telat, soalnya…”
Dini : ( memotong pembicaran Dini)
: “ Sorry-sorry, kalau tidak niat datang , tidak usah datang! Nyusahin kita saja
! buang- buang waktuku saja.”
Rina : “ Kok jadi kamu yang marah, sekarang maunya kamu apa!”
Rara sama Laras oke-oke saja aku telat.”
Dini : ( sambil meletakkan tangan dipinggang)
“ Oh… jadi kamu nantang aku ya,Ayo, siapa takut!”
Rara : “ Udah donk , jangan ribut, kalian ini kan sahabat , begitu saja diributkan ,
seperti anak kecil saja.”
Laras : “ Iya…niih, baikan donk!! Kalau situasinya seperti ini kan menjadi tidak tidak enak. Apa kalian mau persahabatan ini pecah.”
Rara : ( Menatap Dini dan Rina)
“ Din, kamu jangan berbicara kasar seperti itu dengan Rina, siapa saja juga pasti marah.” Dan kamu Rin, kalau sudah berjanji ditepati, jangan membuat kita jadi menunggu.”
Rina : “ Aku minta maaf, teman-teman aku menyesal sudah terlambat. Soalnya
aku harus membantu ibuku yang sedang sakit.”
Dini : “ Iya , Rin. Aku juga minta maaf. Aku menyesal telah marah-marah
denganmu! Kita baikan ya!”
Laras : “ Begini donk dari tadi baikan, suasananya kan tidk panas seperti ini. Kita ha rus berjanji tidak boleh bertengkar lagi , apapun yang terjadi.”

Setelah siswa mengadakan persiapan dan latihan , barulah mereka mengadakan pementasan. Pada pelatihan bermain drama yang akan dipentaskan diperlukan kemampuan teknik bermain drama, antara lain: teknik muncul, teknik memberi isi, teknik pengembangan, teknik klimaks, teknik menonjolkan, tempo irama, mendengar dan menanggapi, dan teknik ucapan.
Siswa minimal dapat merencanakan struktur alur / plot drama yang akan dipentaskan , yang mencakup:
1. Perkenalan/ eksposisi
2. Konfliks ( membina konflik)
3. Klimaks
4. Antiklimaks/peleraian
5. Solusi/penyelaian dan improvisas
Pada akhir sebuah pementasan drama dan sebagai follow up, diperlukan sebuah analisis pementasan. Sutradara perlu memberikan input tentang jalannya pementasan drama. Sutradara dan pengamat yang berkompeten memberikan penilaian, antara lain tentang:
1. Penampilan yang meliputi: kesiapan , kerjasama, dan kostum
2. Ekspresi, mencakup : gerak, mimik, dan pantomimik
3. Kejelasan dialog dan vokal
4. kreativitas

Naskah hasil cipta siswa tersebut di atas menggunakan logat bahasa yang sangat dekat di dunia siswa. Siswa secara langsung sudah dilatih untuk berekplorasi, dalam mencermati kehidupan dengan segala lekuk liku dan problematika. Siswa tidak merasa canggung atau kesulitan untuk mengungkap segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pergaulan, persahabatan sering masih diwarnai adanya suatu pertengkaran ( Rina dan Dini) . Mereka merasa pendapatnya yang paling benar. Rina sebagai tokah protagonis, sedangkan Dini sebagai tokoh antagonis
Para siswa telah berhasil, menampilkan tokoh penggerak dalam drama agar alur cerita menjadi hidup dengan memunculkan suspensi meskipun masih sangat sederhana . Sebuah cerita menjadi hidup jika dalam sebuah kisah yang terjadi terdapat pertentangan tentang suatu kebenaran seperti realita hidup . Kehidupan itu penuh liku , susah senang, bahagia dukacita, kaya miskin , dapat diimplementasikan ke dalam konteks cerita dalam sebuah drama.

Kompetensi Bermain Drama

Menurut Soemanto ( 2006: 15) Sebuah perbuatan atau laku di panggung dapat bernas dan berbobot jika dilandasi alasan. Tanggapan yang muncul dalam diri seseorang menjadi alasan suatu perbuatan. Karena di panggung ada benda , suara dan cahaya yang dapat dilihat, diraba, didengar, dibaui, dan bahkan dicecap ( misalnya makanan atau minuman) , maka rangsangan untuk menciptakan motif atau alasan itu tersedia di panggung .
Pada pementasan drama visualisasi gerak atau karakter tokor agar dapat terlihat natural memerlukan sebuah improvisasi yang dapat menggerakkan pemain terasa hidup pada konteks lakon sesuai peran yang dimainkan. Manfaat dari improvisasi adalah menciptakan persiapan, menampilkan sesuatu dengan mendadak, dan melakukan begitu saja ( 0ffand ). Improvisasi memang perlu dilatihkan pada siswa dengan tujuan untuk melatih rangsangan spontanitas yang diserasikan dengan tuntutan, dan tetap harus dipertanggungjawabkan.
Metode latihan untuk merangsang spontanitas , dalam kaitannya dengan tindakan spontan yang tetap dapat dipertanggungjawabkan , improvisasi memberikan kemungkinan menciptakan akting yang wajar dan tidak dibuat-buat, Latihan-latihan dapat dikerjakan dengan memberikan kesempatan siswa berdiri atau duduk di depan cermin, dan meminta mereka menanggapi bayangan mereka sendiri di cermin itu. Bagaimana mereka menanggapi dengan gerakan ketika mereka diminta menutup mata dan meraba wajahnya sendiri.
Jika latihan improvisasi berhasil, maka siswa akan mampu menciptakan akting wajar tetapi kuat mengesankan. Kemampuan siswa berekspresi secara spontan sesuai dengan peran yang dibawakan, karakter yang diingikan dapat membantu membentuk karakter positif siswa dalam menghadapi segala problematika kehidupan yang membawa pada kedewasaan berpikir dan bernalar pada siswa pada khususnya.
Suara dan cakapan adalah dua hal pokok yang harus digarap karena dapat menentukan suksesnya pementasan. Dialog dalam pementasan berbeda dengan teks naskah tertulis, apa yang sudah diucapkan tidak dapat diulangi . Karena itu vokal harus menarik dan jelas . Dijaga supaya tetap menarik dengan tujuan tetap memikat penonton mengikuti jalan cerita agar menarik dan dipahami oleh penonton.
Biasanya vokal yang mantap juga berhubungan dengan rasa percaya diri pemain. Rasa percaya diri ini tumbuh jika pemain ini yakin dengan apa yang dilakukan. Keyakinan diri ini erat berkait dengan pemahaman dan penghayatan perannya dan penguasaan seluruh jalan kisah drama . Dengan kata lain , dia tidak hanya paham betul adegan dimana ia harus muncul, tetapi juga adegan-adegan yang mengawali dan yang mengikuti walaupun disana ia tidak hadir.
Tubuh dan gerakan juga dapat mendukung maksud, atau suasana hati pemain dalam pementasan drama maka keterampilan ini juga harus dikuasai oleh siswa sebagai pemeran dalam drama. Tubuh sebenarnya juga alat bicara, gerakan tertentu dapat menunjukkan kejemuan, kegembiraan, duka, kejengkelan, dan lain sebagainya. Bahkan, gerakan tertentu menyarankan perwatakannya; tua penggelisah, tidak sabar.
Agar tubuh dan gerakannya tidak hanya bermakna tetapi juga memikat, perlu disadari perlunya irama. Bagaimana seorang gadis yang masuk ke panggung . Berhenti sedetik dan melihat ke kiri dan ke kanan , menghampiri meja, dan mengambil secarik kertas , membaca tulisan pada kertas itu, lantas tersenyum. Dari contoh ini nampak bahwa gerakan tubuh sebenarnya “ frasa” atau bahkan”kalimat”. Irama gerakan itu menegaskan makna dan membuatnya indah dilihat penonton. Oleh karena itu , jika dipanggung disajikan adegan seorang laki-laki mengetik, yang dilakukan bukan asal mengetik. Ketukan ketikan yang menghasilkan bunyi tik-tik-tik;trrr dapat disiapkan sehingga bermakna.


Karakter Positif Siswa dari Drama
Hamalik ( 2009: 164) berpendapat adalah menjadi tanggungjawab guru agar pengajaran yang diberikannya dapat berhasil dengan baik . keberhasilan ini banyak bergantung pada usaha guru membangkitkan motivasi belajar siswa. Pengajaram yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan , dorongan, motif, minat yang ada pada siswa. Pengajaran yang demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi pada siswa.
Karakter siswa secara tidak langsung dapat terbentuk dari sebuah proses pembelajaran drama, drama mengungkap semua sisi kehidupan manusia, baik yang positif berupa sifat baik maupun sisi negatif yang berupa sifat buruk. Inti dari bermain drama adalah bisa membentuk tuntutan karakter sesuai dengan peran yang dibawakan , pemain drama juga harus bisa menyampaikan pesan sesuai dengan pengungkapan dialog sesuai dengan tuntutan teks cerita.
Setiap siswa harus dapat membawakan peran sesuai dengan kisah karakter dalam naskah cerita . Dari pemeranan ini siswa dapat membawa satu misi peran dari tokoh cerita. Setiap tokoh cerita memiliki karakter dan keunikan perilaku sendiri sesuai dengan tuntutan cerita. Seperti pada contoh naskah drama berikut:

Arloji
Karya: P. Hariyanto
Kisah ini terjadi di sebuah kamar depan keluarga yang cukup terpandang. Terdapat berbagai perlengkapan yang lazim di kamar tamu semacam itu, namun yang terpenting ialah seperangkat meja kursi tamu . Pada kira-kira pukul 09.00 drama ini terjadi.

Para Pelaku:
1. Jidul : Anak laki-laki berumur 15 tahun, bisu dan tampak bodoh,
namun peringan dan tekun. Ia seorang pembantu rumah
tangga.
2. Pak Pikun : Pembantu rumah tangga ini berumur 40 tahun. Rambutnya
sudah memutih, sok tahu, sok kuasa , dank eras kepala.
3. Ibu : Nyonya rumah ini berusaha kira-kira 42 tahun, keibuan, dan
bijaksana
4. Tritis : gadis berusia 18 tahun ini cenderung tergesa-gesa dalam
memberikan penilaian.
Alur cerita
1. Dengan penuh keriangan , si Jidul tekun membersihkan meja dan kursi- kursi. Kepalanya melenggut-lenggut, pantatnya bergidal-gidul seirama dengan musik ndangdut yang terdengar meriah. Jidul terkejut ketika musik mendadak berhenti.
2. Pak Pikun : ( Muncul langsung menuju ke arah Jidul) Ayo! Mana!
Berikan kembali padaku! Ayo! Mana!
3. Jidul : Ber-ah-uh, sambil memberikan isyarat yang menyatakan
4. ketidaktahuannya.
5. Pak Pikun : Jangan berlagak pilon! Siapa lagi kalau bukan kamu yang
mengambilnya? Ayo, Jidul, kamu sembunyikan di mana, eh?
6. Jidul : Semakin bingung dan takut.
7. Ibu : ( Muncul tergesa-gesa) Eh, ada apa dengan Jidul?
8. Pak Pikun : Maaf, Bu. Ini biar saya urus sendiri! Kamu baru mau ngaku
kalau dipukul, ya? Sini ! ( mau memukul Jidul)
9. Ibu : sabar dulu Pak Pikun! Diperiksa dulu ! ( mendesah sendiri)
Ya, ampun!
10. Tritis : (melihat tangan pak Pikun) Eh, Lihat! Arlojinya kan itu! Di
Pergelangan tanganmu, Pak Pikun Lihat! ( Tertawa Ngakak).
11. Ibu : O, iya! Betul! Dasar Pak Pikun ya pikun! ( Tertawa geli)
12. Pak Pikun : Tertegun memndang pergelangan tangannya yang kanan.
Dilepaskannya si Jidul. Diamat-amatinya arloji itu .
Penggadanya sudah dijatuhkan. Dengan sangat malu ia keluar
tertegun-tegun, diiringi gelak tawa Ibu dan Tritis. Sementara
itu, si Jidul pun tertawa-tawa pula dengan caranya sendiri
yang spesifik.

Pemeranan tokoh dalam drama tersebut memerlukan sebuah kemampuan berakting sekaligus berdialog sesuai dengan tuntutan teks naskah. Para pemain mempelajari dengan cermat naskah drama tersebut sesuai dengan tokoh yang diperankan. Pemeran tokoh Jidul harus benar –benar dapat memahami dan menghayati, bagaimana berlaku seperti orang bisu. Jenis pemeranan seperti ini sudah memerlukan pemahaman tingkat lebih tinggi daripada tokoh naskah drama “ Salah Paham”.
Pada cerita Salah Paham pemain bisa menjadi diri sendiri, karena tokoh yang dikisahkan dalam cerita pengkisahannya sesuai dengan dunia siswa. Pada cerita Salah Paham menceritakan sebuah persahabatan antara siswa yang hampir retak karena adanya kesalahpahamanan . Anak tidak merasa asing pada dunia kisah drama tersebut. Peran sebagai siswa , sifat egoisnya, jutek, mudah marah, itulah sifat kanak-kanak. Kisah tersebut diramu dengan peran sisi positif yaitu bagaimana mereka bisa mengatasi problem diantara mereka, sehingga mereka menyadari sebuah kebenaran bahwa mudah marah, cepat menuduh tanpa alasan itu tidak baik, sehingga cerita tersebut ditutup dengan sebuah perdamaian yang dapat membuat suasana menjadi nyaman dan menyenangkan kembali.
Pada kisah cerita “ Arloji”, pemain dituntut benar-benar untuk menjadi orang lain , orang yang benar di luar dunia dan kebiasaannya. Bagaimana seorang pemain harus memerankan tokoh seorang ibu yang bijaksana dan lamah lembut. Kostum yang dikenakan oleh ibu-ibu maupun logat bicara atau perilaku ibu-ibu itu. Peran Jidul juga perlu pemahaman totalitas bagaimana menjadi seorang yang bisu , menjadi gagu perlu teknik yang unik juga tentang bicaranya, perilakunya, sifatnya. Tokoh Pak Pikun juga punya karakter sendiri , orang tua yang sudah pikun, pemarah dan mau bertindak sendiri .
Siswa benar-benar dihadapkan pada dunia yang lain dari kehidupannya. Bagaimana pemahaman siswa terhadap tokoh Jidul, Pak Pikun, Ibu, dan Tritis. Pemeranan ini diperlukan pemahaman yang serius dari siswa sebagai pemain drama. Keberhasilan dalam pemeranan ini diharapkan dapat memberikan pengalaman batin siswa dalam menyimak kehidupan dengan lebih saksama. Siswa jadi dapat memahami dan menghayati sifat atau karakter tokoh. Implementasi dari peran yang ia bawakan dapat memberi warna pada khasanah kepekaan rasa, indra, perilaku baik pada pripadi maupun pada ranah sosial. Karakter siswa menjadi terasah dari berbagai karakter sesuai dengan peran yang ia mainkan. Sisi positif dari karakter peran yang dimainkan diharapkan dapat disunting dari setiap kejadian yang membawa hikmah. Perilaku baik pada cerita yang diperankan dapat memenangkan perilaku negatif yang ia harus jauhi.
Kegiatan bermain drama juga dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa baik, bagi diri sendiri maupun tanggung jawab sosial dalam kelompok bermain drama. Kekompakan antar pelaku , menjadi pemain yang ikut menentukan suksesnya sebuah pertunjukan drama. Kedisiplinan , keseriusan, kepekaan jiwa, kehalusan rasa dapat dilatih melalui kegiatan bermain drama. Kreativitas siswa dalam menumbuhkan karakter peran turut menentukan proses perkembangan intelektual siswa. Menurut DePorter ( 2005: 216) mengungkapkan kunci utama mendapat daya ingat yang istimewa adalah bagaimana cara kita mengasosiasikan pelbagai hal dalam memori kita. Daya ingat siswa dapat dilatih pada kegiatan bermain drama ini. Siswa dituntut untuk menghafalkan teks naskah drama sesuai dengan peran yang ia mainkan. Siswa dituntut untuk bisa berekspresi, bersikap ataupun memiliki sifat sesuai karakter peran tokoh.
Menurut Silberman( 2007: 222) Aktivitas dalam pembelajaran merupakan cara yang istimewa dalam memberikan kepada setiap siswa kesempatan untuk melatih kecakapan melalui bermain peran tentang situasi kehidupan nyata. Kegiatan yang spesifik untuk pembelajaran ini adalah melalui kegiatan bermain drama. Melalui drama siswa dapat mengenal karakter setiap pribadi lewat tokoh yang diperankan. Kreativitas peran yang dibawakan dipadu dengan kepekaan berimprovisasi drama pada pementasan dapat melatih kepekaan rasa dan kehalusan jiwa .
Simpulan
Pembelajaran drama dapat membawa efek positif bagi perkembangan karakter siswa, rasa disiplin , kebersamaan, kekompakaan, dan tanggung jawab dapat terbina melalui kegiatan ini. Kemampuan intelektual terasah utamanya melalui hafalan dialog teks, kepekaan rasa saat memerankan tuntutan lakon, solidaritas tinggi saat membina kekompakan dengan seluruh pemain drama.

Daftar Pustaka
1. DePorter dan Mike Hernacki. 2005. Quontum Learning. Bandung: Kaifa.
2. Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
3. Luxemburg, Jaan Van.dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
4. Rahmanto, B dan P. Haryanto. 1987. Cerita Rekaan dan Drama. Jakarta: UT
5. Silberman, Mel. 2007. Active Learning. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
6. Soemanto, Bakdi. 2006.Majalah Dinding: Kumpulan Drama. Ygyakarta:
Gama Media






Tentang Penulis



Surati,S.Pd. Lahir di Karanganyar , 3 November 1966. Penulis adalah seorang guru bahasa Indonesia SMP N1 Limpung Batang Mulai tahun 1990 Nip. 19661103 199003 2 004 . Telah menikah dengan Hadi Sumpena, S.Pt. dan dikaruniai tiga orang putra dan satu orang putri, yaitu Waluyo Utomo14 tahun, Novita Christanti 12 tahun, Christian Hadianto 10 tahun, dan Yohanes Wibisono 8 tahun.
Setelah tamat SD Kristen Setabelan 1 Solo tahun 1979, melanjutkan ke SMP N 16 tahun 1982 Solo . Kemudian melanjutkan ke SPG Kristen Solo tahun 1985, D-2 UNS Sebelas Maret tahun Solo 1987, D3 UT Tahun 2000, dan S-1 UNNES tahun 2001.

Prestasi Akademik:

1. Juara 2 Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) tingkat Kabupaten Batang
Tahun 2007.
2. Juara 1 Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) tingkat Kabupaten Batang
Tahun 2008 ( Peringkat 9 untuk tingkat Provinsi LPMP Jateng )
3. Juara 2 Lomba Guru Berprestasi tingkat Kabupaten Batang tahun 2010.